Monday, December 29, 2014

Mengenal Cumulonimbus dan Awan-awan yang Berbahaya dalam Penerbangan

SegalaTahu - Membahas mengenai penyebab terjadinya kecelakaan pesawat AirAsia tempo hari, muncul beberapa analisa tentang efek adanya nya awan Cumulonimbus atau Cb. 


Awan jenis ini adalah salah satu awan vertikal yang dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km lebih), dan terbentuk karena beberapa sebab, namun yang paling umum adalah proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh radiasi matahari dan kondisi atmosfer yang tidak stabil. Cumulonimbus sangat mudah terbentuk di daerah tropis karena proses konveksi di wilayah ini sangat kuat, dan dari awan inilah ‘lahir’ berbagai fenomena cuaca esktrem seperti badai tropis (typhoon/topan), badai petir (thunderstorm), hujan es (hail storm), tornado sampai angin puting beliung yang beberapa waktu lalu terjadi di Bandung.

Awan Cb mudah dikenali dari penampilannya yang memang beda dari yang lain, umumnya dengan dasar awan landai, ‘tiang’ awan menjulang dan puncak yang berbentuk seperti landasan atau alas untuk menempa logam.

Awan Cumulonimbus
Awan ini sangat berbahaya bagi penerbangan karena beberapa hal. Yang
pertama adalah proses vertical draft atau gerakan vertikal udara yang terjadi dalam awan. Gerakan vertikal ini dapat naik (updraft) atau turun (downdraft), dan proses ini sebenarnya lazim terjadi dalam awan. Bumping yang terjadi pada saat pesawat yang kita tumpangi masuk ke dalam awan juga disebabkan oleh vertical draft. Pada awan Cb, proses ini jauh lebih kuat, dan turbulensi yang dihasilkannya dapat menghempaskan pesawat yang terjebak di dalamnya. Faktor lain yang membahayakan adalah partikel es awan Cb yang dapat membekukan bagian-bagian pesawat, termasuk mesin. Dan karena partikel-partikel es ini juga, awan Cb adalah salah satu jenis awan yang paling sering menghasilkan petir yang dapat mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.

Proses konveksi dan vertical draft dalam awan Cb (courtesy of http://research.metoffice.gov.uk)
Karena puncak awan Cb dapat mencapai 60 ribu kaki, pilot umumnya akan memilih menghindari awan ini ke arah samping (pesawat jet umumnya terbang pada ketinggian 30-40 ribu kaki, atau sekitar 9 - 12 km).

Jenis awan lain yang berbahaya bagi penerbangan (khususnya di Indonesia) adalah awan Lenticular, dinamai demikian karena bentuknya yang mirip dengan lensa. Berbeda dengan Cb, awan Lenticular ini terbentuk akibat aliran udara yang melewati penghalang, misalnya pegunungan, yang menyebabkan terjadinya pusaran (eddie) yang membentuk awan ini. Awan Lenticular mudah dikenali dari bentuknya yang seperti piring terbang (UFO), dan biasanya bisa kita amati di sekitar Gunung Salak di Bogor/Sukabumi.

Awan Lenticular di Gunung Salak (Courtesy of id.wikipedia.org)

Awan Lenticular dapat menyebabkan turbulensi yang kuat bagi pesawat-pesawat yang terbang dekat dengan puncak pegunungan dan uniknya, umumnya awan ini justru digemari oleh pecinta Glider karena daya angkatnya yang kuat.

Awan Lenticular di Gunung Salak (Courtesy of google.com)
Selain awan, terdapat juga beberapa fenomena atmosfer yang umumnya tidak terlihat mencolok, tapi sangat berbahaya bagi penerbangan, misalnya Virga. Virga adalah presipitasi atau hujan yang tidak sampai permukaan karena menguap di atmosfer

Awan Virga (courtesy of dailysky.yakohl.com)

Awan Virga (courtesy of dailysky.yakohl.com)
Pada saat partikel air/es yang jatuh dari awan menguap, panas yang diserap proses tersebut akan menyebabkan temperatur udara di sekitarnya turun drastis dan lebih berat, sehingga menghasilkan downdraft yang sangat kuat (microburst), yang berpotensi menghasilkan turbulensi ekstrem pada pesawat yang melintas di bawahnya. Walaupun biasanya jarang teramati dari bawah (permukaan bumi), Virga bisa terlihat pada saat penerbangan, dengan bentuk seperti tirai yang menjuntai dari awan.


No comments :

Post a Comment